Thursday, January 11, 2018

Perempuan Cantik yang Dikutuk dalam "Cantik Itu Luka"



Mendengar nama Dewi Ayu, mungkin kamu berpikir bahwa ia adalah gadis pribumi dengan segala sopan santun dan kehati-hatian dalam setiap tindak tanduknya. Namun, Dewi Ayu yang ini jelas lain.

Dewi Ayu adalah gadis keturunan Belanda, dengan kecantikan yang tiada duanya di Halimunda. Kakeknya, Ted Stammler, memiliki seorang istri dan seorang gundik. Dari istrinya, Marietje Stammler, ia memiliki anak lelaki bernama Henri Stammler. Sementara dari gundiknya, Ma Iyang, Ia memiliki anak wanita bernama Aneu Stammler. Ma Iyang, sang gundik, sebelum akhirnya menjadi gundik Ted Stammler, telah menjalin hubungan asmara dengan seorang lelaki bernama Ma Gendik. Sebuah tragedi terjadi: Ma Iyang memilih untuk terbang dari sebuah bukit (yang belakangan disebut Bukit Ma Iyang). Terbang, karena jenasahnya tidak pernah ditemukan. Dan Bukit Ma Iyang menjadi sebuah legenda. Saksi mati sebuah cinta yang tidak ditakdirkan untuk bertemu.

Sementara, kedua anak Ted, yaitu Henri dan Aneu Stammler, justru menjalin kisah asmara sedarah mereka. Kedua kekasih ini pergi entah kemana, setelah meninggalkan anak perempuan mereka, yang tak lain adalah Dewi Ayu, kepada orang tua keduanya. Hingga tinggallah Dewi Ayu bersama opa dan omanya, hidup berkecukupan dan serba ada.

Akhir masa kolonial di Hindia Belanda pun datang. Jepang datang dan memporakporandakan semuanya. Ted dan Marietje Stammler memutuskan untuk pergi dari Halimunda, namun Dewi Ayu menolak untuk ikut. Dewi Ayu harus ditahan di penjara hingga akhirnya dipaksa menjadi pelacur.

Ketika teman-temannya menolak keras ide pelacuran tersebut hingga ketakutan sampai ada yang berusaha bunuh diri, Dewi Ayu justru menanggapinya dengan santai. Di rumah Mama Kalong, tempat pelacuran tersebut, ia mulai muncul sebagai primadona. Hingga ia akhirnya melahirkan tiga orang anak perempuan, yang jelas mewarisi segala kecantikannya sebagai keturunan Belanda. Namun, jelas, kisah ini bukan kisah bahagia.

Dewi Ayu belum berhenti menjadi pelacur walau telah memiliki tiga anak dengan kecantikan luar biasa. Ia justru muncul sebagai pelacur yang sangat ingin ditiduri oleh semua lelaki di Halimunda. Hingga akhirnya, ia melahirkan anak keempat. Berbeda dengan ketiga kakaknya, anak keempat yang belakangan diberi nama Si Cantik oleh ibunya itu lahir dengan wajah yang buruk rupa. Namun, sebenarnya itulah yang diharapkan oleh Dewi Ayu: memiliki anak yang buruk rupa.

Mengapa?

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------



Kecantikan tidak cukup untuk menjadi bekalmu hidup di dunia. Adakalanya, kecantikan justru membuat hidupmu lebih buruk dari yang kamu bayangkan. Eka Kurniawan, dengan kemampuannya menuliskan ide, melahirkan cerita yang memikat dari sudut pandang berbeda.

Cantik Itu Luka adalah sebuah cerita dengan setting waktu yang panjang dan tokoh yang banyak, lengkap dengan plot dan alur maju mundur yang (menurutku) cukup rumit. Namun, penulis dapat meramunya menjadi sebuah cerita yang sangat menarik. Menarik dari sudut pandang lain, tentu saja. Mungkin akan ada pembaca yang kurang nyaman dengan tokoh yang banyak serta memiliki cerita mereka masing-masing, pun alurnya yang mau mundur atau banyaknya adegan seks eksplisit, tapi aku tetap bisa menikmatinya dengan baik. Karena, di sisi lain, hal-hal tersebutlah yang justru menjadi daya tarik cerita ini.

Cerita ini memiliki banyak sekali tokoh: mulai dari kakek dan nenek Dewi Ayu sampai anak dan cucu berserta pasangan mereka, bahkan cicitnya, memiliki cerita mereka masing-masing. Memasuki tengah cerita, aku merasa lost dan tidak tahu sebenarnya bagaimana arah cerita ini, walaupun aku tetap tertarik untuk mengikutinya, terima kasih kepada gaya bahasa yang lugas dan mudah dimengerti. Semakin mendekati akhir cerita, aku semakin terlena dengan cerita ini dan bahkan dibuat lupa dengan sang tokoh utama. Namun seluruh cerita yang mungkin terasa rumit itu diakhiri dengan apik. Semua cerita dari seluruh tokoh itu akhirnya bermuara pada kalimat yang diucapkan oleh seorang tokoh yang, bagiku, sangat berkesan, walaupun sangat sederhana.

Novel ini mengambil latar waktu dari akhir masa kolonial hingga mendekati akhir seribu sembilan ratusan, maka pembaca juga diajak untuk ikut mencicipi beragam peristiwa yang terjadi pada masa tersebut, mulai dari pendudukan Belanda, Jepang, kemerdekaan, pemberantasan PKI hingga orde baru. Favoritku masih sama: kerusuhan 1965. Sudah banyak cerita tentang kerusuhan ini yang kubaca, namun Cantik Itu Luka membawakannya dengan kesan yang mendalam karena ia menceritakan kisah itu dengan detail.

Cara Eka Kurniawan menceritakan dengan detail membuatku kagum. Mungkin detail inilah yang membuat Cantik Itu Luka menjadi novel yang cukup tebal. Di sisi lain, cara penulis menggambarkan adegan seks menurutku juga detail, sehingga mungkin akan membuat risih bagi sebagian orang.

Sebuah peringatan: novel ini bukanlah novel yang sopan. Penulis menuliskannya dengan jujur, termasuk dalam menggunaan istilah seks yang (menurutku) kasar. Sebagai pembaca, kita harus bisa memilah: mana yang perlu kita baca saja; mana yang perlu kita baca dan resapi; serta mana yang perlu kita baca, resapi, dan amalkan.



Judul: Cantik Itu Luka
Penulis: Eka Kurniawan
Penerbit: Gramedia Pustaka Utama
ISBN13: 9786020312583
Jumlah halaman: 496
Tanggal terbit: Januari 2015 (pertama terbit 12 Desember 2002)
Tanggal baca: 6-9 Januari 2018

Rating: 
⭐⭐⭐⭐

-----------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------------

Kamu sudah baca? Bagaimana menurutmu?

5 comments:

  1. wow dari reviewnya sepertinya bagus. Eka Kurniawan memang sastrawan yang bebas jadi gak heran kalo ada adegan seks yang lugas.

    ReplyDelete
  2. Saya malah jadi teringat novel Namaku Hiroko ya, saat baca review ini. Dimana tergambar juga kisah kasih 2 insan memadu cinta. Cuman karena belum pernah membaca karya Eka Kurniawan, jadi penasaran juga seperti apa penggambarannya. Latar belakang era kolonial Belanda selalu menarik buat saya

    ReplyDelete
  3. Saya belum membaca karya Eka Kurniawan satu pun. Membaca resensi ini, jadi bingung. Kalo baca pasti mesti sabar dengan ketebalan bukunya dan banyaknya kisah yang tumpang tindih. Kalo nggak baca, saya penasaran dengan cerita cinta sedarah hingga bagian seksualitasnya.

    ReplyDelete

Komentarmu, bahagiaku ^^

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...